Kamis, 03 Desember 2015

LATAR BELAKANG SEJARAH EARTH HOUR


Earth Hour merupakan sebuah kampanye global guna menganjak semua penduduk bumi baik individu, komunitas, pelaku bisnis, maupun pemerintah kota untuk bersama-sama peduli pada upaya penurunan  emisi karbon dioksida yang memicu pemanasan global dan perubahan iklim. Utamanya, kampanye earth hour mengajak kita untuk menghemat listrik dengan mematikan lampu dan peralatan listrik selama satu jam. Earth hour dilaksanakan setiap hari Sabtu di minggu ketiga bulan Maret setiap tahunnya tepat pada jam 20.30 – 21.30 waktu setempat.


Logo Earth hour yaitu angka 60 dengan ilustrasi permukaan bumi dan latar belakang hitam. Sejak penyelenggaraan tahun 2011 ditambahkan tanda plus (+) di belakang angka 60. Angka 60 pada logo ini mempunyai arti 60 menit fokus pada tindakan mengurangi emisi CO2. Tanda “+” berarti kegiatan earth hour tidak hanya dilakukan selama 60 menit saja, namun diikuti dengan perubahan gaya hidup sehari-hari yang lebih ramah lingkungan.

Sejarah earth hour dimulai pada 2007 di kota Sydney, Australia. Saat itu WWF-Australia, Fairfax Media, dan Leo Burnett bekerja sama untuk melakukan kampanye pengurangan gas rumah kaca di kota tersebut. Tahun berikutnya, 2008, Earth hour menjadi kampanye global yang diikuti oleh 37 kota di 30 negara di seluruh dunia dengan partisipan mencapai 50 juta orang. Pada tahun-tahun berikutnya partisipan semakin meningkat dan kampanye earth hour semakin bersifat global.

Khusus untuk Indonesia earth hour untuk pertama kali pada tahun 2009 dengan DKI Jakarta sebagai kota yang ikut berpartisipasi. Selanjutnya pada tahun 2010 diikuti oleh tiga kota (Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta), pada 2011 diikuti oleh 10 kota (Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Pontianak, Banjarmasin, Manado, Makasar, dan Sorowako), dan pada 2012 ini rencananya akan diikuti oleh 18 kota yaitu Jakarta, Bogor, Banda Aceh, Bekasi, Tangerang, Solo, Bandung, Yogyakarta, Kediri, Sidoarjo, Semarang, Malang, Surabaya, Banjarmasin, Manado, Gorontalo, Samarinda, dan Makassar.

Aspek-aspek yang menjadi latar belakang dicetuskannya ide Earth Hour yaitu perubahan iklim yang mengancam kehidupan di Bumi. Salah satu cara untuk menghambat percepatan sumbernya adalah dengan mengajak setiap individu melakukan perubahan gaya hidup. WWF mengajak publik untuk melakukan perubahan gaya hidup yang sederhana dan murah, yaitu hemat energi.

Hal ini merupakan kenyataan bahwa ketergantungan manusia kepada listrik dari masa ke masa semakin meningkat. Sementara, pembangkit listrik mayoritas berbahan bakar fosil (minyak bumi, batu bara, dan gas alam) yang mengeluarkan gas rumah kaca (GRK) berupa karbon dioksida (CO2), dan berakibat langsung terhadap kenaikan dramatis suhu rata-rata Bumi. Pemanasan global ini menyebabkan naiknya permukaan air laut, kebakaran hutan, pemutihan karang, perubahan iklim, dan potensi kepunahan yang besar terhadap keanekaragaman hayati, terutama yang hidup di suhu tropis, baik di pesisir maupun yang tinggal di dekat hutan. Dampak pemanasan global ini sudah dipastikan akan mempengaruhi lingkungan hidup yang menjadi tempat hidup kita.